Jumat, 14 Juni 2013
Perlu Sistem Kelembagaan buat Petani Garam
Kendati memiliki garis pantai yang luar biasa panjang, Indonesia sampai saat ini belum bisa swasembada garam. Dari 3,2 juta ton per tahun kebutuhan garam nasional, Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 1,8 juta ton per tahun. Sisanya, Indonesia harus mengimpor garam dari Australia, China, dan India.
Garam hanya dapat diproduksi pada tempat yang kontur tanahnya landai (sudut kemiringan 3 derajat dan menghampar), dan memiliki curah hujan yang tidak melebihi 10 ml dalam 10 hari, dengan kelembapan udara maksimal 65%. Secara geografis, hanya Madura dan Kupang saja yang memiliki kriteria tanah seperti ini.
Selain permasalahan kontur tanah, secara iklim, Indonesia memiliki dua musim, kemarau dan hujan. Hanya saja di saat musim kemarau pun terkadang masih turun hujan. Sedang proses pembentukan air laut menjadi kristal garam butuh waktu 20 hari tanpa hujan. Sehingga, selama setahun, praktis petani garam hanya mampu berproduksi selama 4-5 bulan saja.
Memang, teknik yang digunakan masih konvensional dan sangat bergantung panas matahari. Tetapi, saat ini petani sudah mulai banyak yang menggunakan teknologi untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka. Salah satunya dengan menggunakan teknologi geo membran. Geo membran adalah alat berbentuk seperti plastik berwarna hitam yang ditaruh di atas tanah, digunakan untuk mempercepat proses penguapan air. Teknologi ini mampu meningkatkan produksi sebesar 40%. Hanya saja, karena investasinya masih mahal dan membutuhkan proses pengolahan lahan lebih lanjut, praktis hanya 10% lahan yang saat ini dapat diberi geo membran.
Selain beberapa kendala seperti hujan, penggunaan teknologi dan keterbatasan petani garam. Perkembangan infrastrukur jalan, ketersediaan listrik di areal tambak juga tidak mendukung tumbuh kembang industri ini.
Peningkatan produksi garam hanya masuk akal bila dengan rekayasa teknologi. Ini mengharuskan petani garam juga harus melek teknologi. Tenaga manusia harus segera digantikan dengan mesin agar produktivitas semakin meningkat.
Menurut Chairperson Enciety Businnes Consult Kresnayana Yahya, sudah saatnya petani garam memiliki sistem kelembagaan. “Tidak boleh lagi bekerja sendiri-sendiri. Semua harus terintegrasi,” katanya.
Dengan adanya lembaga yang menaungi kelompok petani garam, terang Kresnayana, diharapkan proses transfer ilmu dan teknologi melalui penyuluhan dan pembinaan petani garam menjadi lebih mudah.
Kresnayana juga menyarankan agar kelompok tani yang nantinya terbentuk bisa memiliki koperasi yang mampu mengatur standardisasi garam dan keuangan mereka. Sebagai contoh, petani susu di Malang. Saat ini, kelompok tani disana menyetor dan belajar meningkatkan kualitas susu di unit-unit koperasi. Dari koperasi inilah mereka belajar memproduksi susu kualitas baik, mengatur kebijakan harga dengan memperhitungkan kepentingan petani. Sehingga para petani memiliki kekuatan tawar terhadap harga pasar.(wh)
berita terkait diambil dari http://enciety.com/news-item/perlu-sistem-kelembagaan-buat-petani-garam/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar