Jumat, 21 Juni 2013
Franchising sebagai peluang bisnis
Kenapa bisnis waralaba bisa gagal?
Tidaklah mudah melakukan waralaba (franchise). Karena ada beberapa prasarat penting yang harus dipenuhi. Yang utama, jika franchise produk bisa diterapkan jika benar-benar memiliki fundamental bisnis yang kuat.
“Brand besar pun pernah gagal dalam bisnis ini. Starbucks di Australia, pernah menutup 61 dari 84 outlet-nya di tahun 2008,” tutur Utomo Njoto, senior franchise consultant FT Consulting, saat menjadi pembicara Kupas Bisnis bertajuk “Meraup Untung Dari Bisnis Franchise, Kenali Trik dan Perangkapnya” di Spazio, Surabaya, Rabu (19/6/2013).
Menurut dia, secara sederhana, franchise dapat didefinisikan sebagai metode menstandarkan seluruh sistem kerja bisnis dan terbukti kualitasnya untuk kemudian diduplikasi dan dijalankan orang lain (pembeli franchise). Pembeli franchise dapat menggunakan brand dan sistem kerja tadi berdasar kesepakatan bersama.
Lalu, faktor apa saja yang digunakan sebagai ukuran fundamental bisnis? Kata Utomo Njoto, produk yang di-franchise harus benar-benar diterima konsumen. Selain itu harus punya standard operating procedure (SOP), market segmentation jelas, punya diferensiasi dengan kompetitor, team yang kompetitif, dan memiliki brand, trademark, dan proteksi paten.
“Setelah fundamental bisnis dan brand kita teruji, idealnya sih lima tahun, maka bisnis kita bisa diekspansikan atau di-franchise-kan,” papar Utomo Njoto.
Tetapi, sambung dia, tidak semua franchisor (orang yang memiliki franchise) sabar menerapkan prosedur ini. Banyak franchisor yang karena serakah, ingin cepat kaya atau sebab lain, membuat sistem yang belum teruji. Mereka hanya meng-copy paste sistem dari jurnal atau internet tanpa mencoba terlebih dulu ke dalam bisnisnya.
“Padahal, kenyataan di lapangan sering kali tidak sama dengan perhitungan di atas kertas. Sebagai franchisee kita juga harus jeli dalam melihat hal ini, jangan sampai tertipu,” ujar dia mengingatkan.
Ia juga mengatakan, proses menggagas usaha dari bisnis konvensional hingga menjadi mature franchise tidaklah mudah. Ada beberapa proses yang harus dilalui. Pertama, franchisor harus membuka cabang franchise sendiri dan menjadikan cabang itu sebagai pilot project dari merek yang akan di-franchise-kan. Setelah cabang franchise ini teruji, barulah franchisor bisa menjual sistem ini kepada franchisee (orang yang membeli franchise).
Pun bagi franchisor yang sudah teruji andal, saran Utomo Njoto, jangan terlalu ekspansif membuka cabang baru di daerah yang sama. “Ini akan membuat persaingan antara pembeli franchise menjadi tidak sehat,” cetus dia.
Chairperson Enciety Business Consult Kresnayana Yahya menegaskan, bisnis waralaba sekarang tumbuh pesat. Tingkat franchise tertinggi ada di Asia. Sedang brand yang sering di-franchise-kan di antaranya fast food seperti MCD, KFC, Coca Cola, dan lain-lain. “Bahkan sekarang ada management franchise untuk hotel,” tukas dia.
Yance Wongso, franchisor Depot Air Minum Biru, mengatakan jika franchise bukan semata bisnis untuk mengeruk keuntungan pribadi. “Franchise membuka peluang berbagi sukses dengan orang lain,” ucap dia. Untuk diketahui, Depo Air Minum Biru menjadi merek TOP of MIND selama kurun waktu 2010-2012 untuk kategori air minum isi ulang versi Majalah Info Franchise.
Hal senada disampaikan Mufid Wahyudi, franchisee Black Canyon Coffe. Menurut dia, ketika membuka gerai waralaba baru, jangan hanya mengejar keuntungan saja. Franchisor dan franchisee harus mempunyai passion yang sama. Jangan sampai franchisee dirugikan dengan sistem yang kita buat.
“Bisnis ini adalah bisnis kerjasama yang win-win solution. Kita bergerak dan mengembangkan merek dan model bisnis yang sama. Jadi, jangan sampai ada niatan untuk kaya sendirian, tidak bisa,” pungkas dia.(wh)
berita disandur dari http://enciety.com/news-item/kenapa-bisnis-waralaba-gagal/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar