Kompas-Antara kawasan utara dan selatan sering kali ada dominasi utara. Di dunia, di Amerika, bahkan di Jawa Timur, baik secara ekonomi maupun sosial dan kultural, dominasi utara terlihat.
Ekonomi Jatim sepertinya 70-80 persen dibangun oleh kawasan utara. Kontribusi kawasan selatan tidak berarti. Teknologi dan bisnis menentukan majunya ekonomi diwujudkan untuk Jatim utara. Fasilitas dan infrastruktur sampai sumber daya manusia terbaik ada di kawasan utara, atau lebih tepatnya pusat magnetnya adalah Surabaya.
Kawasan utara mulai dari eksplorasi laut, pantai, dan pelabuhan, serta penghasilan jasanya terdapat di utara. Jenjang pendidikan dan tingkat produktivitas penduduk tergambar selalu dominan di kawasan utara. Itu sudah ditemukan sejak zaman Daendels dengan membuat jalan akses dari Anyer sampai Panarukan.
Letak geososio yang strategis ikut menentukan tempat berkembangnya bisnis dan introduksi teknologi baru. Karena itu, daya tarik dan daya magnetnya juga sangat kuat dan menentukan. Lebih dari 80 persen unit bisnis di Jatim berada di kawasan utara atau secara kelembagaan ada di utara sekalipun pemanfaatan sumbernya di dan dari selatan.
Kesenjangan terlihat dari pendapatan per kapita. Kawasan utara mendapatkan dua kali lebih besar dari rata-rata per kapita di selatan yang hanya mencapai Rp 7 juta per tahun. Kawasan utara mengelola Rp 250 triliun dari sektor usaha nonpertanian, sedangkan kawasan selatan hanya mengelola Rp 56 triliun. Padahal, aset daerah selatan jauh lebih potensial untuk masa depan.
Mengapa tertinggal?
Lintas selatan Jatim konon potensi dan kekayaan alamnya puluhan kali lebih unggul dari kawasan lain, mulai batu bara, emas, marmer, mangaan, pasir besi, batu karts, dan kapur.
Laut selatan pun memiliki kandungan ikan dan hasil laut yang lebih kaya dari perairan laut Jawa di bagian utara. Tetapi jumlah nelayan selatan sangat sedikit, kalah, dan beda teknologi dan budaya dengan nelayan di utara.
Mulai Banyuwangi sampai Pacitan terbentang delapan kabupaten, tetapi belum tersentuh. Kawasan hutan dan perkebunan masih menggambarkan potensi original. Namun, yang terkenal dari kawasan selatan adalah keuletan warganya: Susilo Bambang Yudhoyono dari Pacitan, Bambang DH dari Pacitan, Sutjipto dari Trenggalek, Budiono dan Sumarlin dari Blitar. Alam yang kaya dan indah, ditambah keuletan serta kepemimpinan yang tinggi, merupakan kontribusi penting dari selatan.
15 (lima belas) juta warga selatan Jatim menuntut keadilan prioritas pembagian anggaran. Membangun jalan - jembatan - air minum sampai sekolah dan fasilitas kesehatan sangat jarang dibandingkan kawasan Utara, ini menyebabkan perbedaan budaya dan peradaban. Disamping itu, kesempatan bekerja dan berkreasi hanya ada di Utara hal ini menyebabkan potensi tenaga pendidikan di Selatan cenderung tidak berkembang dan semakin hilang.
Apa fakta yang melandasinya ?
Kawasan Utara mengelola 250 triliun rupiah dari sektor usaha non pertanian; sedang kawasan selatan hanya mengelola 56 triliun rupiah. Padahal asset daerah selatan jauh lebih besar dan jauh lebih potensial untuk masa depan. Potensi yang timpang ini tentu tak bisa dibiarkan dan dikembangkan ( dibiarkan ) tumbuh alami. Leader yang perlu mengambil sikap, rakyat perlu bersuara, pebisnis perlu cari peluang dan birokrasi perlu bergerak cepat secara entrepreneurial. Ketimpangan penggerak usaha sangat terasa dan akan makin sangat mencekam bila sampai terjadi ” pertentangan Utara dan Selatan”
Kini giliran membangun Selatan.
Akses transportasi itu akses peradaban dan akses bisnis. Belum banyak investasi yang dilakukan sejak kemerdekaan; 1000 km jalan raya di gagas sejak 15 tahun lalu belum juga terealisir penuh, tapi kesadaran dan semangat mulai nyata saat ini. Setiap kabupaten mulai terlibat membebaskan tanah untuk jalan. Matarantainya adalah fasilitas berbisnis : listrik – telekomunikasi – perbankan dan kesiapan dinas di kabupaten kota. Jalur jalan belum pantas – jalur kereta terbatas – jalur udara hampir tidak ada – jalur laut pelabuhan-pun baru untuk perikanan secara terbatas.Investasi swasta ternyata sangat menentukan. Ketiadaan daya tarik dan insentif untuk membangun wilayah Selatan Jatim membutuhkan pengundang investor swasta.
”Go south!” Kini giliran membangun kawasan selatan. Ketiadaan daya tarik dan insentif untuk membangun wilayah selatan membutuhkan investor swasta.
Pabrik tile yang ada di Tulungagung pun kesepian dan akhirnya pindah ke Ngoro ( Mojokerto). Sekalipun bahan baku berlimpah tapi infrastruktur pendukung lebih utama menentukan hidup matinya bisnis.
Saatnya integrated growth pole dihidupkan kembali: Tulungagung-Malang-Blitar-Banyuwangi harus dijadikan motor penggerak investasi. Sementara Pacitan-Trenggalek-Lumajang-Jember dijadikan wilayah produksi terkait hortikultura dan industri perkayuan
Peringatan utama untuk pengembangan wilayah Selatan adalah wawasan lingkungan. Integrasi konsep pengembangan berkelanjutan yang menjamin kelestarian alam dan jaminan keamanan kualitas laut selatan yang dijamin akan memberikan kesejahteraan berkelanjutan. Selatan bertahan karena lingkungan hidupnya tidak ( belum) rusak. Hutan – air – laut dan air tanahnya masih sangat prima. Management lingkungan diperlukan bila ada rencana pengembangan jalan dan aktivitas bisnisnya.
Membangun pangkalan angkatan laut yang hebat di Selatan bisa bersinergi dengan potensi pengembangan pengelolaan laut – perkapalan - perikanan – industri perikanan sampai peningkatan pemanfaatan laut untuk pariwisata.
Bagaimana memberi ikatan kuat untuk tinggal di Selatan yang maju – sejahtera – nyaman dan berkelanjutan. Pusat pengembangan kreativitas – sentra perfilman dan pengembangan desain batik akan berakar dan membudaya di Selatan.
Mari kita sepakat melihat Jatim dengan kejernihan sikap dan jangan sok tahu? Apalagi sok ahli. Ini persoalan bersama . membutuhkan sikap arif menyikapi dan memecahkannya.
1 komentar:
Silah simak, semoga bermanfaat
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/belajar-dari-sejarah-sebuah-jalan-200.html
Kompilasi Liputan Khusus Kompas (40 artikel berita-feature dan opini)
: Ekspedisi 200 Tahun Anjer-Panaroekan (Anyer-Panarukan)
Bacaan penting untuk refleksi 100 tahun kebangkitan nasional, 10 tahun reformasi
jalan raya daendelshingga jalan tol trans jawa
Tak mungkin orang dapat mencintai negeri dan bangsanya,
kalau orang tak mengenal kertas-kertas tentangnya.
Kalau dia tak mengenal sejarahnya.
Apalagi kalau tak pernah berbuat sesuatu kebajikan untuknya,”
-Minke, dalam Novel Jejak Langkah karya Pramoedya Ananta Toer-
dikutip oleh Redaksi Kompas untuk pengantar edisi khusus ini
salam hangat
andreas iswinarto
Posting Komentar